Awalnya, aku bertemu dengannya di sebuah acara yang diselenggarakan di rumahku sendiri. Gadis itu sangat berbeda dengan cewek-cewek lain yang sibuk berbicara dengan laki-laki dan berpasang-pasangan.
Sedangkan dia dengan pakaian muslimah rapi yang dikenakannya membantu mamaku menyiapkan hidangan dan segala kebutuhan dalam acara tersebut. Sesekali gadis itu bermain di taman bersama anak-anak kecil yang lucu, kulihat betapa lembutnya dia dengan senyuman manis kepada anak-anak. Dari sikapnya itu aku tertarik untuk mengenalnya.
Akhirnya dengan pede-nya keberanikan diri untuk mendekatinya dan hendak berkenalan dengannya. Namun, kenyataannya dia menolak bersalaman dengannku, dan cuma mengatakan,
“Maaf…” dan berlalu begitu saja meninggalkanku.
Hingga suatu hari aku dan papa sedang bertamu ke rumahnya. Pada saat itu, Nina baru saja pulang dengan busana muslimahnya yang rapi, terlihat turun dari mobil. Namun belum jauh melangkah dia pun terjatuh pingsan dan mukanya terlihat sangat pucat. Kami yang berada di ruang tamu bergegas keluar dan papanya pun menggendong ke kamar serta meminta tolong kami untuk menghubungi dokter. Dari hasil pemeriksaan dokter, Nina harus dirawat di rumah sakit.
Keesokan harinya, aku datang ke rumah sakit bermaksud untuk menjenguknya. Betapa kagetnya aku ketika kutahu Nina terkena leukimia (kanker darah).
Aku bertanya, “Kenapa gadis selembut dan sesopan dia harus mengalami hal itu ?”.
Perasaan kesalku padanya kini berubah menjadi kasihan dan khawatir. Setiap usai kuliah, kusempatkan untuk datang menjenguknya. Aku mendapatinya sering menangis sendirian. Entah itu karena tidak ada yang menjaganya atau karena penyakit yang diderita.
Beberapa hari di rumah sakit, Nina memintaku keluar setiap kali aku masuk. Aku pun mendatanginya di rumah, tapi dia tidak pernah mau keluar menemuiku dan hanya mengurung diri di dalam kamar. Aku tidak menyerah begitu saja, kucoba menelpon Nina dan berharap dia mau bicara denganku.
Namun, dia tetap tidak mau mengangkat telpon dariku,
lalu kukirimkan SMS padanya agar dia mau menjadi pacarku,
tetapi tidak ada balasan malah HP-nya dinonaktifkan semalaman.
Keesokan harinya aku nekat datang ke rumahnya untuk meminta maaf atas kelancanganku. Ternyata ia akan berangkat ke Makasar, ke kampung orang tuanya. Karena orang tuanya tak dapat mengantarnya, aku pun menawarkan diri untuk mengantarnya, tapi Nina lebih memilih naik taksi dengan alasan tidak mau merepotkan orang lain. Sebelum naik ke mobil, dia menitipkan kertas untukku kepada mamanya.
Namun entah mengapa ketika aku melihat Nina hatiku pun tergoda untuk menjalin hubungan itu. Sejak perpisahan itu, aku tidak pernah lagi bertemu dengannya sampai gelar sarjana aku raih. Lalu aku pun bekerja di perusahaan milik keluargaku sebagai satu-satunya ahli waris. Melihat ketekunanku dalam bekerja, papa Nina ,menyukaiku hingga hubungan kami menjadi akrab dan
kuutarakanlah maksudku bahwa aku menyukai Nina, anaknya, dan ternyata papa Nina setuju untuk menjadikanku sebagai menantunya.
24 Oktober 2006, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, aku dan orang tuaku bersilaturahmi ke rumah keluarga Nina dengan maksud untuk membicarakan perjodohan antara aku dan Nina. Tapi pada saat itu Nina baru dirawat di rumah sakit sejak bulan Ramadhan.
Saat kutemui, Nina terlihat sangat pucat, lemah, dan senyumannya seakan menghilang dari bibirnya. Hari itu orang tua kami resmi menjodohkan kami. Bahkan aku diminta untuk menjaganya karena orang tuanya akan berangkat ke luar negeri. Tetapi Nina tidak pernah mau meladeniku.
Suatu hari aku mendapati Nina terlihat kesakitan, terlihat darah keluar dari hidung dan mulutnya. Aku bermaksud untuk membantu mengusap darah dan keringat yang ada di wajahnya, tetapi secara spontan dia menamparku pada saat aku menyentuh wajahnya.
Sungguh betapa istiqomahnya dia dalam menjaga kehormatan untuk tidak disentuh laki-laki yang bukan muhrimnya. Saat itu aku belum mengetahui tentang masalah ini dalam agama.
Kejadian tersebut secara tak sengaja terlihat mama Nina maka Nina pun dimarahi habis-habisan hingga sebuah tamparan mendarat di pipinya. Kulihat Nina segera melepas infusnya dan berlari menuju kamar mandi. Nina pun mengurung diri di kamar mandi tersebut. Dengan terpaksa kami mendobrak pintu kamar mandi dan kami dapati Nina tergeletak di lantai tak sadarkan diri karena terlalu banyak darah yang keluar.
Setelah sadar, aku berusaha bicara dan meminta maaf kepadanya atas kejadian tadi, namun Nina terus-terusan menangis. Aku pun bertambah bingung apa yang mesti aku lakukan untuk menenangkannya.
Tanpa pikir panjang aku memeluknya, tapi Nina malah mendorongku dengan keras dan berlari keluar dari kamar menuju taman. Ketika kudekati Nina berteriak hingga menjadikan orang-orang memukulku karena menyangka aku mengganggu Nina. Karena itulah, Nina semalaman tidur di taman dan aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Setelah waktu subuh menjelang kulihat Nina beranjak untuk melaksanakan shalat shubuh di masjid, aku pun turut shalat. Namun setelah shalat, tiba-tiba Nina menghilang entah kemana.
Aku mencarinya berkeliling rumah sakit tersebut. Dan lama berselang kulihat banyak kerumunan orang dan ternyata Nina sudah tak sadarkan diri tergeletak dengan HP berada di sampingnya, sepertinya dia bosan telah berbicara dengan seseorang. Keadaan Nina saat itu sangat kritis sehingga pernafasannya harus dibantu dengan oksigen. Kata dokter, paru-paru Nina basah yang mungkin diakibatkan semalaman tidur di taman.
Nina tak kunjung juga sadar. Dengan perasaan khawatir dan bingung aku berdoa dengan menatap wajahnya yang pucat pasi…
Tiba-tiba ada sebuah SMS yang masuk ke HP Nina, tanpa sadar aku pun membaca dan membalas SMS tersebut. Aku juga membuka beberapa SMS yang masuk ke HP-nya dan aku sangat terharu dengan isinya, tenyata banyak sekali orang yang menyayanginya.
Namun, tetap saja aku sering ber-SMS-an dengan saudari-saudarinya untuk mengetahui kenapa sikap Nina begini dan begitu. Dari sinilah aku mendapat sebuah jawaban bahwa Nina tidak mau bersentuhan apalagi berduaan denganku karena aku bukan mahramnya dan Nina menolak untuk berpacaran serta bertunangan denganku karena di dalam Islam tidak ada hal-hal seperti itu dan hal itu merupakan kebiasaan orang-orang non Muslim.
Niatku pun muncul untuk segera menikahi Nina agar tidak terjadi fitnah, namun kondisi Nina semakin memburuk. Dia selalu mengigau memanggil saudari-saudarinya yang dicintainya karena Alloh…..
Melihat hal itu, aku membawanya ke kota Makassar, kampung mama kandung Nina untuk mempertemukannya dengan saudari-saudarinya, Qadarulloh (atas kehendak Alloh), aku tidak berhasil mempertemukan mereka. Yang ada kondisi Nina semakin parah dan penyakitku juga tiba-tiba kambuh sehingga aku pun haus dirawat di rumah sakit. Orang tua Nina datang dan membawanya kembali ke kota Makassar tanpa sepengetahuanku karena pada saat itu aku juga diopname.
Di kota Makassar, Nina diawasi dengan ketat oleh papanya, karena papa Nina kurang suka dengan akhwat, apalagi yang bercadar. Rumah sakit dan rumah yang ditempati Nina dirahasiakan. Dan Nina pun tak tahu di manakah ia berada.
Karena kondisinya masih lemah, diapun tak bisa berbuat apa-apa, bahkan ia kadang dibius, apalagi ketika akan dipindahkan dari satu tempat ke tempat yag satunya agar tidak tahu di mana keberadaaannya, karena papanya tidak ingin ada akhwat yang menjenguk Nina. Sampai HPnya pun diambil dari Nina.
Namun, karena Nina masih mempunyai HP yang ia sembunyian dari papanya, sehingga beberapa kali Nina berusaha kabur untuk menemui saudari-saudarinya, akhirnya Nina dikurung di dalam kamar. Mendengar hal itu, aku langsung menyusul Nina ke Makassar dan aku sempat bicara dengannya dari balik pintu. Nina menyuruhku untuk menemui seorang ustadz di sebuah masjid di kota itu. Dari pertemuanku dengan ustadz tersebut aku pun diajak ta’lim beberapa hari dan aku menginap di sana.
Papa Nina menyangka Nina telah mengusirku sehingga ia pun dimarahi. Setibanya di rumah, aku jelaskan duduk perkaranya kepada papa Nina, bahwa ia tidak bersalah dan aku mengatakan agar pernikahan kami dipercepat.
Hari Kamis, 24 November 2006. Kami melangsungkan pernikahan dengan sangat sederhana. Acara tersebut Cuma dihadiri oleh orangtua kami beserta dua orang rekanan papa. Setelah akad nikah aku langsung mengantar ustadz sekalian shalat dhuhur.
Sepulang dari mengantar ustadz, perasaan bahagia itu seakan buyar mendapati Nina yang baru saja menjadi istriku tergeletak di lantai, dari hidung dan mulutnya kembali berlumuran darah. Dan tangannya terlihat ada goresan. Kami langsung membawanya ke rumah sakit, diperjalanan, kondisi Nina terlihat sangat lemah.
Setibanya di rumah sakit, aku bertanya-tanya kenapa tangan Nina tergores.
Aku pun menulis SMS kepada saudari-saudari Nina. Ternyata, tangan Nina tergores ketika hendak menemui saudari-saudainya dengan keluar dari kamar. Karena pintu kamar terkunci, Nina ingin keluar melalui jendela sehingga menyebabkan tangannya tergores.
Nina tak kunjung sadar hingga larut malam, aku pun tertidur dan tidak menyadari kalau Nina bangkit dari tempat tidurnya. Dia ingin sekali menemui saudari-saudarinya dan dia tidak menyadari kalau hari telah larut malam.
Dia Cuma berkata, “Pengin ketemu saudariku karena sudah tak ada waktu lagi.”
Berhubung Nina masih lemah, dia pun jatuh pingsan setelah bebrapa saat melangkah.
Aku benar-benar kaget dan bingung mau memanggil dokter tapi tidak ada yang menemani Nina. Akhirnya, aku menghubungi salah seorang saudarinya untuk menemani. Setelah aku dan dokter tiba, Nina sudah tidak bernafas dan bergerak lagi. Pertahananku runtuh dan hancurlah harapanku melihat Nina tidak lagi berdaya….
Dokter menyuruhku keluar. Pada saat itu kukira Nina telah tiada, makanya aku segera menulis SMS kepada saudari Nina untuk memberitahu bahwa Nina telah tiada. Namun begitu dokter keluar, masya Alloh !
Denyut jantung Nina kembali beredetak dan ia dinyatakan koma. Aku hendak memberi kabar kepada saudari Nina tapi baterai HP-ku habis dan tiba-tiba penyakitku pun kambuh lagi sehingga aku harus diinfus juga…..
Jam 11.30, perasaanku mengatakan Nina memangilku, maka aku segera bangkit dari tempat tidur dan melepas infus dari tanganku menuju kamar Nina.
Kutatap wajah Nina bersamaan dengan kumandang adzan shalat Jum’at. Sembari menjawab adzan, aku terus menatap wajah Nina berharap dia akan membuka matanya.
Begitu lafadz laa ilaaha illallah, suara mesin pendeteksi jantung berbunyi, menandakan bahwa Nina telah tiada.
Aku berteriak memanggil dokter, tapi qadarulloh istriku sayang telah pergi untuk selama-lamanya dari dunia ini. Nina langsung dimandikan dan dishalatkan selepas shalat Jum’at, lalu diterbangkan ke rumah papanya di Malaysia.
Untuk terakhir kalinya kubuka kain putih yang menutupi wajah Nina. Wajahnya terlihat berseri…..
Setelah pemakaman, aku langsung balik ke Jakarta karena kondisiku yang kurang stabil…Astaghfirullah !!! aku lupa memberitahu saudari-saudari Nina. Mungkin karena aku terlalu larut dalam kesedihan, hingga secara spontanitas aku menghubungi mereka dan menyampaikan bahwa Nina benar-benar talah tiada. Aku tahu pasti, mereka pasti sedih dengan kepergian saudari mereka yang mereka cintai karena Alloh. Dari ketiga saudari Nina, ada seorang yang tidak percaya dan sepertinya dia sangat membenciku. Entah, mengapa sikapnya seperti itu ?
Sekiranya mereka tahu, bahwa sebelum kepergiannya, Nina selalu memanggil nama mereka, tentulah mereka semakin sedih. Dalam HP Nina terlihat banyak SMS yang menunjukkan betapa indahnya ukhuwah dengan saudari-saudarinya. Semoga saudari-saudari Nina memaafkan kesalahannya dan kesalahan diriku pribadi.
Tak beberapa lama setelah kisah ini dimuat di Media Muslim Muda Elfata, redaksi Elfata menerima SMS dari seorang ukhti, saudari Nina.
Isi SMS tersebut adalah, “Afwan , mungkin perlu Elfata sampaikan kepada pembaca mengenai kisah ‘Akhirnya Cintaku Berlabuh karena Alloh’ di mana Kak Nina telah meninggal dan kini Kak Adhit pun telah tiada. Kurang lebih 2 pekan (Kak Adhit –red) dirawat di rumah sakit karena penyakit pada paru-parunya. Sebelum sempat dioperasi, maut telah menjemputnya.
Ana menyampaikan hal ini karena masih banyak yang mengirim salam, memberi dukungan ke Kak Adhit yang kubaca di Elfata dan beberapa orang yang kutemui di jalan juga selalu bertanya, Kak Adhit bagaimana ? Ana salah satu ukhti dalam cerita tersebut…Syukran.”
PERCIK RENUNGAN
Subhanalloh ! Kisah Adhit dan Nina di atas dapat kita jadikan sebuah cermin untuk berkaca. Renungkanlah keteguhan Nina untuk tak meladeni tawaran cinta asmara yang tak terselimuti indahnya syariat. Padahal Nina adalah seorang yang sedang membutuhkan dukungan, pertolongan, dan sandaran bahu tempat menangis.
Di lain sisi, ketidaktahuan seseorang akan syariat ini seringkali menjadikan pelakunya bertindak tanpa adanya rambu-rambu yang telah dicanangkan agama..
Namun, bisa jadi ketidaktahuan akan syariat ini menjadi titik awal seseorang merasakan indahnya agama dan manisnya iman sebagaimana yang terjadi pada Adhit, ikhwan yang menceritakan kisahnya ini. Semoga Alloh merahmati mereka, menerima ruh mereka berdua dan menjadikan mereka berdua termasuk hamba-hamba-Nya yang shalih yang dijanjikan surga-Nya. Amiin.
Sumber:
Kumpulan KISAH NYATA UNGGULAN Majalah ELFATA ‘Seindah Cinta ketika Berlabuh’, 2008, FAtaMeDia
Share By:
http://www.uhibbukumfillah.co.cc
https://biruawan.wordpress.com/kisah-kisah/kisah-nyata-seindah-cinta-ketika-berlabuh/
http://mysweetladyluck.blogspot.com/2016/02/seindah-cinta-ketika-berlabuh-kisah.html
Sedangkan dia dengan pakaian muslimah rapi yang dikenakannya membantu mamaku menyiapkan hidangan dan segala kebutuhan dalam acara tersebut. Sesekali gadis itu bermain di taman bersama anak-anak kecil yang lucu, kulihat betapa lembutnya dia dengan senyuman manis kepada anak-anak. Dari sikapnya itu aku tertarik untuk mengenalnya.
Akhirnya dengan pede-nya keberanikan diri untuk mendekatinya dan hendak berkenalan dengannya. Namun, kenyataannya dia menolak bersalaman dengannku, dan cuma mengatakan,
“Maaf…” dan berlalu begitu saja meninggalkanku.
Betapa malunya aku terhadap teman-teman yang berada di sekitarku.
“Ini cewek kok jual mahal banget !”
Padahal begitu banyak cewek yang justru berlomba-lomba mau jadi pacarku. Dia, mau kenalan saja tidak mau !” ujarku.
Dari kejadian itu aku menjadi penasaran dengan gadis tersebut. Lalu aku mencari tahu tentangnya. Ternyata dia adalah anak tunggal sahabat rekan bisnis papa. Setiap ada acara pertemuan di rumah gadis itu, aku selalu ikut bersama papa.
Gadis itu bernama Nina, kuliah di Fakultas Kedokteran dan dia anak yang tidak suka berpesta, berfoya-foya, dan keluyuran seperti cewek kebanyakan di kalangan kami. Aku pun jarang melihatnya jika aku pergi ke rumahnya; dengan berbagai alasan yang kudengar dari pembantunya: sakitlah, lagi mengerjakan tugas, atau kecapaian. Pokoknya, dia tidak pernah mau keluar.
Keesokan harinya, aku datang ke rumah sakit bermaksud untuk menjenguknya. Betapa kagetnya aku ketika kutahu Nina terkena leukimia (kanker darah).
Aku bertanya, “Kenapa gadis selembut dan sesopan dia harus mengalami hal itu ?”.
Perasaan kesalku padanya kini berubah menjadi kasihan dan khawatir. Setiap usai kuliah, kusempatkan untuk datang menjenguknya. Aku mendapatinya sering menangis sendirian. Entah itu karena tidak ada yang menjaganya atau karena penyakit yang diderita.
Beberapa hari di rumah sakit, Nina memintaku keluar setiap kali aku masuk. Aku pun mendatanginya di rumah, tapi dia tidak pernah mau keluar menemuiku dan hanya mengurung diri di dalam kamar. Aku tidak menyerah begitu saja, kucoba menelpon Nina dan berharap dia mau bicara denganku.
Namun, dia tetap tidak mau mengangkat telpon dariku,
lalu kukirimkan SMS padanya agar dia mau menjadi pacarku,
tetapi tidak ada balasan malah HP-nya dinonaktifkan semalaman.
Keesokan harinya aku nekat datang ke rumahnya untuk meminta maaf atas kelancanganku. Ternyata ia akan berangkat ke Makasar, ke kampung orang tuanya. Karena orang tuanya tak dapat mengantarnya, aku pun menawarkan diri untuk mengantarnya, tapi Nina lebih memilih naik taksi dengan alasan tidak mau merepotkan orang lain. Sebelum naik ke mobil, dia menitipkan kertas untukku kepada mamanya.
Alangkah hancur hatiku ketika membaca sebait kalimat yang berbunyi,
“Maaf saat ini aku hanya ingin berkonsentrasi kuliah.”
Hatiku remuk dan aku pulang dengan perasaan kesal sekali. Ini pertama kalinya aku ingin pacaran, tapi ditolak. Sebenarnya, aku tidak begitu suka dengan hubungan seperti pacaran itu karena begitu banyak dampak negatifnya, sampai ada yang rela bunuh diri karena ditinggalkan kekasihnya –na’udzubillahi min dzalik.
Namun entah mengapa ketika aku melihat Nina hatiku pun tergoda untuk menjalin hubungan itu. Sejak perpisahan itu, aku tidak pernah lagi bertemu dengannya sampai gelar sarjana aku raih. Lalu aku pun bekerja di perusahaan milik keluargaku sebagai satu-satunya ahli waris. Melihat ketekunanku dalam bekerja, papa Nina ,menyukaiku hingga hubungan kami menjadi akrab dan
kuutarakanlah maksudku bahwa aku menyukai Nina, anaknya, dan ternyata papa Nina setuju untuk menjadikanku sebagai menantunya.
24 Oktober 2006, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, aku dan orang tuaku bersilaturahmi ke rumah keluarga Nina dengan maksud untuk membicarakan perjodohan antara aku dan Nina. Tapi pada saat itu Nina baru dirawat di rumah sakit sejak bulan Ramadhan.
Saat kutemui, Nina terlihat sangat pucat, lemah, dan senyumannya seakan menghilang dari bibirnya. Hari itu orang tua kami resmi menjodohkan kami. Bahkan aku diminta untuk menjaganya karena orang tuanya akan berangkat ke luar negeri. Tetapi Nina tidak pernah mau meladeniku.
Suatu hari aku mendapati Nina terlihat kesakitan, terlihat darah keluar dari hidung dan mulutnya. Aku bermaksud untuk membantu mengusap darah dan keringat yang ada di wajahnya, tetapi secara spontan dia menamparku pada saat aku menyentuh wajahnya.
Betapa kaget diriku dibuatnya, aku tidak menyangka sama sekali Nina akan manamparku.
Kejadian tersebut secara tak sengaja terlihat mama Nina maka Nina pun dimarahi habis-habisan hingga sebuah tamparan mendarat di pipinya. Kulihat Nina segera melepas infusnya dan berlari menuju kamar mandi. Nina pun mengurung diri di kamar mandi tersebut. Dengan terpaksa kami mendobrak pintu kamar mandi dan kami dapati Nina tergeletak di lantai tak sadarkan diri karena terlalu banyak darah yang keluar.
Setelah sadar, aku berusaha bicara dan meminta maaf kepadanya atas kejadian tadi, namun Nina terus-terusan menangis. Aku pun bertambah bingung apa yang mesti aku lakukan untuk menenangkannya.
Tanpa pikir panjang aku memeluknya, tapi Nina malah mendorongku dengan keras dan berlari keluar dari kamar menuju taman. Ketika kudekati Nina berteriak hingga menjadikan orang-orang memukulku karena menyangka aku mengganggu Nina. Karena itulah, Nina semalaman tidur di taman dan aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Setelah waktu subuh menjelang kulihat Nina beranjak untuk melaksanakan shalat shubuh di masjid, aku pun turut shalat. Namun setelah shalat, tiba-tiba Nina menghilang entah kemana.
Aku mencarinya berkeliling rumah sakit tersebut. Dan lama berselang kulihat banyak kerumunan orang dan ternyata Nina sudah tak sadarkan diri tergeletak dengan HP berada di sampingnya, sepertinya dia bosan telah berbicara dengan seseorang. Keadaan Nina saat itu sangat kritis sehingga pernafasannya harus dibantu dengan oksigen. Kata dokter, paru-paru Nina basah yang mungkin diakibatkan semalaman tidur di taman.
Nina tak kunjung juga sadar. Dengan perasaan khawatir dan bingung aku berdoa dengan menatap wajahnya yang pucat pasi…
Tiba-tiba ada sebuah SMS yang masuk ke HP Nina, tanpa sadar aku pun membaca dan membalas SMS tersebut. Aku juga membuka beberapa SMS yang masuk ke HP-nya dan aku sangat terharu dengan isinya, tenyata banyak sekali orang yang menyayanginya.
Di antaranya adalah orang yang bernama Ukhti. Dulu sebelum aku mengetahui Ukhti adalah panggilan untuk saudari perempuan, aku sempat cemburu dibuatnya. Aku mengira Ukhti itu adalah pacar Nina yang menjadi alasan dia menolakku.
Setelah Nina tersadar dari pingsannya, aku menunjukkan SMS yang dikirimkan saudari-saudarinya dan dia sangat marah ketika tahu aku sudah membaca dan membalas SMS dari saudari-saudarinya. Dia pun akhirnya melarangku untuk memegang HP-nya apalagi mengangkat atau menghubungi saudari-saudarinya.
Namun, tetap saja aku sering ber-SMS-an dengan saudari-saudarinya untuk mengetahui kenapa sikap Nina begini dan begitu. Dari sinilah aku mendapat sebuah jawaban bahwa Nina tidak mau bersentuhan apalagi berduaan denganku karena aku bukan mahramnya dan Nina menolak untuk berpacaran serta bertunangan denganku karena di dalam Islam tidak ada hal-hal seperti itu dan hal itu merupakan kebiasaan orang-orang non Muslim.
.Aku tahu juga Nina mencari seorang ikhwan yang mencintai karena Alloh bukan atss dasar hawa nafsu. Akhirnya aku tahu kan sikap Nina selama ini semata-mata dia hanya ingin menjalankan syariat Islam secara benar.
Hari berlalu dan aku terus belajar sedikit demi sedikit tentang Islam dari Nina dan saudari-saudarinya, terutama dalam melaksanakan shalat lima waktu tepat pada waktunya.
Saat itu aku merasakan ketenangan dan ketentraman selama menjalankannya dan menimbulkan perasaan rindu kepada Alloh untuk senantiasa beribadah kepada-Nya..
Hari berlalu dan aku terus belajar sedikit demi sedikit tentang Islam dari Nina dan saudari-saudarinya, terutama dalam melaksanakan shalat lima waktu tepat pada waktunya.
Saat itu aku merasakan ketenangan dan ketentraman selama menjalankannya dan menimbulkan perasaan rindu kepada Alloh untuk senantiasa beribadah kepada-Nya..
Niatku pun muncul untuk segera menikahi Nina agar tidak terjadi fitnah, namun kondisi Nina semakin memburuk. Dia selalu mengigau memanggil saudari-saudarinya yang dicintainya karena Alloh…..
Melihat hal itu, aku membawanya ke kota Makassar, kampung mama kandung Nina untuk mempertemukannya dengan saudari-saudarinya, Qadarulloh (atas kehendak Alloh), aku tidak berhasil mempertemukan mereka. Yang ada kondisi Nina semakin parah dan penyakitku juga tiba-tiba kambuh sehingga aku pun haus dirawat di rumah sakit. Orang tua Nina datang dan membawanya kembali ke kota Makassar tanpa sepengetahuanku karena pada saat itu aku juga diopname.
Di kota Makassar, Nina diawasi dengan ketat oleh papanya, karena papa Nina kurang suka dengan akhwat, apalagi yang bercadar. Rumah sakit dan rumah yang ditempati Nina dirahasiakan. Dan Nina pun tak tahu di manakah ia berada.
Karena kondisinya masih lemah, diapun tak bisa berbuat apa-apa, bahkan ia kadang dibius, apalagi ketika akan dipindahkan dari satu tempat ke tempat yag satunya agar tidak tahu di mana keberadaaannya, karena papanya tidak ingin ada akhwat yang menjenguk Nina. Sampai HPnya pun diambil dari Nina.
Namun, karena Nina masih mempunyai HP yang ia sembunyian dari papanya, sehingga beberapa kali Nina berusaha kabur untuk menemui saudari-saudarinya, akhirnya Nina dikurung di dalam kamar. Mendengar hal itu, aku langsung menyusul Nina ke Makassar dan aku sempat bicara dengannya dari balik pintu. Nina menyuruhku untuk menemui seorang ustadz di sebuah masjid di kota itu. Dari pertemuanku dengan ustadz tersebut aku pun diajak ta’lim beberapa hari dan aku menginap di sana.
Papa Nina menyangka Nina telah mengusirku sehingga ia pun dimarahi. Setibanya di rumah, aku jelaskan duduk perkaranya kepada papa Nina, bahwa ia tidak bersalah dan aku mengatakan agar pernikahan kami dipercepat.
Hari Kamis, 24 November 2006. Kami melangsungkan pernikahan dengan sangat sederhana. Acara tersebut Cuma dihadiri oleh orangtua kami beserta dua orang rekanan papa. Setelah akad nikah aku langsung mengantar ustadz sekalian shalat dhuhur.
Betapa senangnya hatiku, akkhirnya aku bisa merasakan cinta yang tulus karena Alloh. Semoga kami bisa membentuk keluarga sakinah mawaddah, wa rahmah dan senantiasa dalam ketaatan kepada Alloh…..Itulah doaku saat itu..
Sepulang dari mengantar ustadz, perasaan bahagia itu seakan buyar mendapati Nina yang baru saja menjadi istriku tergeletak di lantai, dari hidung dan mulutnya kembali berlumuran darah. Dan tangannya terlihat ada goresan. Kami langsung membawanya ke rumah sakit, diperjalanan, kondisi Nina terlihat sangat lemah.
Terdengar suaranya memanggilku dan berkata agar aku harus tetap di jalan yang diridhai-Nya sambil memegang erat tanganku dengan tulus, air mataku tak tertahankan melihat keadaan Nina yang terus berdzikir sambil menangis…..
Dia juga selalu menanyakan saudari-saudarinya dimana ?
Setibanya di rumah sakit, aku bertanya-tanya kenapa tangan Nina tergores.
Aku pun menulis SMS kepada saudari-saudari Nina. Ternyata, tangan Nina tergores ketika hendak menemui saudari-saudainya dengan keluar dari kamar. Karena pintu kamar terkunci, Nina ingin keluar melalui jendela sehingga menyebabkan tangannya tergores.
Nina tak kunjung sadar hingga larut malam, aku pun tertidur dan tidak menyadari kalau Nina bangkit dari tempat tidurnya. Dia ingin sekali menemui saudari-saudarinya dan dia tidak menyadari kalau hari telah larut malam.
Dia Cuma berkata, “Pengin ketemu saudariku karena sudah tak ada waktu lagi.”
Berhubung Nina masih lemah, dia pun jatuh pingsan setelah bebrapa saat melangkah.
Aku benar-benar kaget dan bingung mau memanggil dokter tapi tidak ada yang menemani Nina. Akhirnya, aku menghubungi salah seorang saudarinya untuk menemani. Setelah aku dan dokter tiba, Nina sudah tidak bernafas dan bergerak lagi. Pertahananku runtuh dan hancurlah harapanku melihat Nina tidak lagi berdaya….
Dokter menyuruhku keluar. Pada saat itu kukira Nina telah tiada, makanya aku segera menulis SMS kepada saudari Nina untuk memberitahu bahwa Nina telah tiada. Namun begitu dokter keluar, masya Alloh !
Denyut jantung Nina kembali beredetak dan ia dinyatakan koma. Aku hendak memberi kabar kepada saudari Nina tapi baterai HP-ku habis dan tiba-tiba penyakitku pun kambuh lagi sehingga aku harus diinfus juga…..
Jam 11.30, perasaanku mengatakan Nina memangilku, maka aku segera bangkit dari tempat tidur dan melepas infus dari tanganku menuju kamar Nina.
Kutatap wajah Nina bersamaan dengan kumandang adzan shalat Jum’at. Sembari menjawab adzan, aku terus menatap wajah Nina berharap dia akan membuka matanya.
Begitu lafadz laa ilaaha illallah, suara mesin pendeteksi jantung berbunyi, menandakan bahwa Nina telah tiada.
Aku berteriak memanggil dokter, tapi qadarulloh istriku sayang telah pergi untuk selama-lamanya dari dunia ini. Nina langsung dimandikan dan dishalatkan selepas shalat Jum’at, lalu diterbangkan ke rumah papanya di Malaysia.
Untuk terakhir kalinya kubuka kain putih yang menutupi wajah Nina. Wajahnya terlihat berseri…..
Aku harus merelakan semua ini, aku harus kuat dan menerima takdir-Nya. Teringat kata-kata Nina, “Berdoalah jika memang Alloh memanggilku lebih awal dengan doa, :
“Ya Alloh, berilah kesabaran dan pahala dari musibah yang menimpaku dan berilah ganti yang lebih baik.”.
“Ya Alloh, berilah kesabaran dan pahala dari musibah yang menimpaku dan berilah ganti yang lebih baik.”.
Setelah pemakaman, aku langsung balik ke Jakarta karena kondisiku yang kurang stabil…Astaghfirullah !!! aku lupa memberitahu saudari-saudari Nina. Mungkin karena aku terlalu larut dalam kesedihan, hingga secara spontanitas aku menghubungi mereka dan menyampaikan bahwa Nina benar-benar talah tiada. Aku tahu pasti, mereka pasti sedih dengan kepergian saudari mereka yang mereka cintai karena Alloh. Dari ketiga saudari Nina, ada seorang yang tidak percaya dan sepertinya dia sangat membenciku. Entah, mengapa sikapnya seperti itu ?
Sekiranya mereka tahu, bahwa sebelum kepergiannya, Nina selalu memanggil nama mereka, tentulah mereka semakin sedih. Dalam HP Nina terlihat banyak SMS yang menunjukkan betapa indahnya ukhuwah dengan saudari-saudarinya. Semoga saudari-saudari Nina memaafkan kesalahannya dan kesalahan diriku pribadi.
“Salam sayang dari Nina tu kakak Rini, Sakinah, dan Aisyah serta akhwat di Makassar.
Teruslah berjuang menegakkan dakwah ilallah. Syukran atas perhatian kalian….”
*****
Tak beberapa lama setelah kisah ini dimuat di Media Muslim Muda Elfata, redaksi Elfata menerima SMS dari seorang ukhti, saudari Nina.
Isi SMS tersebut adalah, “Afwan , mungkin perlu Elfata sampaikan kepada pembaca mengenai kisah ‘Akhirnya Cintaku Berlabuh karena Alloh’ di mana Kak Nina telah meninggal dan kini Kak Adhit pun telah tiada. Kurang lebih 2 pekan (Kak Adhit –red) dirawat di rumah sakit karena penyakit pada paru-parunya. Sebelum sempat dioperasi, maut telah menjemputnya.
Ana menyampaikan hal ini karena masih banyak yang mengirim salam, memberi dukungan ke Kak Adhit yang kubaca di Elfata dan beberapa orang yang kutemui di jalan juga selalu bertanya, Kak Adhit bagaimana ? Ana salah satu ukhti dalam cerita tersebut…Syukran.”
PERCIK RENUNGAN
Subhanalloh ! Kisah Adhit dan Nina di atas dapat kita jadikan sebuah cermin untuk berkaca. Renungkanlah keteguhan Nina untuk tak meladeni tawaran cinta asmara yang tak terselimuti indahnya syariat. Padahal Nina adalah seorang yang sedang membutuhkan dukungan, pertolongan, dan sandaran bahu tempat menangis.
Nina berprinsip, meski dalam situasi sesulit apapun,
kemurnian syariat tetap harus dijaga dan diamalkan.
Gelombang kesulitan tak harus menjadikan kita surut dalam berkonsisten dengan syariat ini. Bahkan bisa jadi kesulitan demi kesulitan yang kita alami menjadi parameter seberapa jauh kita telah mengamalkan ajaran agama ini.
Di lain sisi, ketidaktahuan seseorang akan syariat ini seringkali menjadikan pelakunya bertindak tanpa adanya rambu-rambu yang telah dicanangkan agama..
Namun, bisa jadi ketidaktahuan akan syariat ini menjadi titik awal seseorang merasakan indahnya agama dan manisnya iman sebagaimana yang terjadi pada Adhit, ikhwan yang menceritakan kisahnya ini. Semoga Alloh merahmati mereka, menerima ruh mereka berdua dan menjadikan mereka berdua termasuk hamba-hamba-Nya yang shalih yang dijanjikan surga-Nya. Amiin.
Sumber:
Kumpulan KISAH NYATA UNGGULAN Majalah ELFATA ‘Seindah Cinta ketika Berlabuh’, 2008, FAtaMeDia
Share By:
http://www.uhibbukumfillah.co.cc
https://biruawan.wordpress.com/kisah-kisah/kisah-nyata-seindah-cinta-ketika-berlabuh/
http://mysweetladyluck.blogspot.com/2016/02/seindah-cinta-ketika-berlabuh-kisah.html
38 komentar
ceritanya sungguh membuat hati gimana gitu
Aamiin, semoga mereka Khusnul Khotimah ya mbak Lady.
Semoga sikap Nina bisa ditiru dan menginspirasi generasi muda bahwa apapun yang terjadi di dunia ini keimanan kepada Allah SWT adalah yang utama dan tidak bisa ditawar-tawar. Kita harus ikhlas dan sabar dalam menerima cobaan dari Allah meskipun itu sangat menyakitkan, karena dunia ini adalah fana. Yang kekal abadi adalah kehidupan di akherat.
gimanaaaa gituh ... ini #saputangan-nya :)
Aamiin, terimakasih tausiyahnya mbak :-bd Masya Allah.
Semoga Allah mudahkan kita untuk taat menjalankan syariatNYA.
MasyaAllah menyentuh sekali mbak... kata "karena Allah" itu bergetar mendengarnya...
menjadi renungan yg mencerahkan hati dlm pergaulan
Sepertinya aku pernah membaca kisah ini ,kisah lama.
Tapi aku lupa darimana aku dulu membacanya. Kalau tidak salah di majalah.
Ya..kisah -kisah gimana gitulah.
Fitri oh fitri.
sapu tangan terlalu kecil, nih lap lantai ! :)
Seandainya kehidudpan itu cuma satu warna seperti perjalanan fitri. Ah tak mungkin ada rasa kecewa dan sakit hati.
Sedih mbaa ... membaca kisah hidupnya, mba Nina :(. Smoga khusnul khatimah ya mba. Amin> Slaam kenal ya mba
MasyaAllah, saya terharu membaca cerita ini Mbak Lady..Semoga Nina khusnul khotimah, amin..
Ceritanya panjang ta[pi enak dibaca, mungkin karena kisahnya memang kisah nyata,,, tapi herna juga sama pola pikirnya si Nina inih, sudah tahu sakit, malah pengen ketemeu sama saudari - saudarinya, kalau menurutku sih kalau lagi sakit yah diem aja, yah emang sih memang mungkin itu udah takdir,, tapi yah itu tadi heran aja sama sikapnya, mungkin karena dia sedih kena kanker,,,
Kalau bicara masalah kanker leukimia jadi inget sama temenku, dia juga kena leukimia dan dia udah tiada 2 tahun yang lalu,,,
Yang kena penyakit kanker emang sulit buat sembuh, mudah - mudahan dunia kedokteran bisa buat obat yang tokcer buat penyakit kanker...
begitu menyentuh hati sekali tulisan mbak ini, diperbanyak ya mbak atau sekali-kali nyumbang ke tempat saya heehee, saya kasih backlin dofollow deh
Dengan kisah ini saya jadi merenung... menyentuh kolbu ... sedih sekali kisah Mbak Nina
di luar hujan, trus baca postingan yang menyentuh begini... jadi kebawa perasaan..
mudah-mudahan kanker bener-bener bisa disembuhin total suatu saat nanti.
seorang Nina dg ujian begitu beratnya yaitu "sakit dan cinta", tetap tegar berusaha taat hanya krn Allah. Terimakasih mbak Kautsar ... akupun turut bergetar.
... di tengah gerusan tekhnologi dan pergaulan bebas :)
terimakasih mas Wong ...
Fitriiiiiiii ... oh ! bunga renta yg tetap harum.
kisah yang panjang...jadi bacanya cuma sanggup tiga perempatnya doang.
wis pokoknya mah cintanya nggak bakalan berlabuh pada dia anak tunggal calon dokter itu.
selamat menikmati deh yah
oh kini terbuka kembali ingatan :)
sgt menyentuh bhw cinta ya "cintai saja lah.."
dan oh Fitri pun berhak atas cintanya ... yg mulai terpinggirkan
Bang Bumi ah :D ... #sprei |o|
hallooo mba Rach :) terimakasih salam hangat.
Aamiin. Smoga kita sll dlm petunjuk Allah dlm meniti kehidupan ini.
Aamiin. Qadarullah...semua kejadian sdh mjd ketetapan Allah. Terimakasih mba Iraw :)
sangat menginsfirasi sekali ceritanya mbak :)
klo mas Ahmad sakit suka "panggil2" juga? panggil suster =D hihi
oh jadi terhanyut, smoga temen mas tenang di sisiNYA
Betul :-bd semua yg terjadi atas kehendak Allah.
Smoga Allah mudahkan para ahli menemukan pengobatan kanker juga lainnya.
Terimakasih mas, salam sehat selalu.
terimakasih ajakan yg sungguh menarik.
senangnya bisa nampang di blog keren mas :)
Terimakasih, oh Mang Yono ikut tersentuh ... #ini tissue-nya :)
Sambil nga-bandrek ...
*hallooo Ran, terimakasih yah sdh mampir ... di luar msh hujan? :)
*iya semoga dpt disembuhkan ... Insya Allah.
lhaaa yg seperempatnya...? ini aku ceritain aja yah :)
Cinta mereka berlabuh dlm ikatan pernikahan... finally, alhamdulilah.
Namun qadarullah ...
Kaaang ... nikmat sekali :-d ubi cilembunya.
mudah2an bermanfaat, ada hikmah yg dpt diambil.
Ceritanya sangat Dramatis , bikin terharu dan bangga sama sikap Nina atas menjaga kehormatannya dengan menjalankan sareat Islam. jangan lupa mampir
itu orang yang diberikan berkah untuk menjaga kemurnian cinta dengan kebesaran Allah dan memuliakan agama Islam dengan kseungguhan bakti yang murni. semoga saja kita bisa demikian sista, dan semoga kita selalu diberikan jalan yang mudah untuk mendapat ridhonya, amin.
semoga nina dan adhit juga diberikan tgempat terindah di alam sana, amin.
Cerita yang bagus. Ternyata kisah nyata ya? Hiks. Jadi ikut terlarut dalam ceritanya.
Semoga dpt mjd contoh baik.
Sungguh tegaknya syariat utk melindungi kehormatan wanita.
Oke siaaaapp meluncur ... baliknya dianter yah :D
Aamiin. Jika sll ingat Allah, niscaya segala akan dimudahkanNYA.
Mau nulis ingat Allah, mau komen ingat Allah :-d
dan kita diwafatkan Allah dg husnul khotimah, kelak, Insya Allah
Terimakasih mbak Levina, saya ambilkan tissue, sambil diminum teh hangatnya :)
Ceritanya keren, bikin pembaca larut dalam cerita :'( semoga Mbak Nina pasanganya dipertemukan disurga
Aamiin. Disaat byk yg bebas (kebablasan) gaul, kisah mba Nina dpt sbg contoh baik.
Terimakasih .. willova :-bd
Thank you for supporting & Positive's Comments l Barakallahu fiikum.